Saturday 12 March 2016

Kumo Desu ga, Nani ka? Chapter 2

2. Sepertinya aku adalah seekor monster 


Yah, bisa dibilang sangat disesalkan aku telah bereinkarnasi menjadi laba-laba.
Meskipun aku menerima kenyataannya aku ada seekor laba-laba, apa yang harus kulakukan sekarang?

Nyam Nyam!

Entah kenapa, aku mengdengar suara berbahaya.
Un.
Tidak bagus untuk mengalihkan mataku dari kenyataan.
Didepan mataku, ada pasukan laba-laba yang mungkin bisa dibilang sebagai saudaraku.
Mereka satu-satunya yang dapat membuat suara itu.

Aku mengintip kedepan diam-diam.

Nyam Nyam!

Hogyaa!?
Apa yang mereka lakukan!?
Hah, apa mereka sedang makan?
Mereka memangsa satu sama lain!?

Perjuangan hidup antara saudaraku adalah yang bisa kulihat.
Tidak tidak tidak tidak!
Ini buruk, ini sangat buruk!
Kenapa aku harus melawan saudara sedarahku sendiri?
Ah, untuk makanan.
Mereka semua lapar.
Kenyataannya, aku juga lapar.

Ha!?
Tidatidak.
Aku kabur dari kenyataan lagi.
Di medan perang seperti itu, aku hanya seorang gadis lugu yang pasti akan jatuh ke santapan laki-laki dalam sekedipan mata.
Secara bahasa, cuman kiasan.

Lawan
Alat
Kabur ←

Satu-satunya cara untuk melewati situasi ini hanyalah dengan melarikan diri.
Haruskah aku melawan?
Mustahil.
Aku adalah anggota sah klub go-home. (TL Note: klub go-home maksudnya adalah pelajar yang tidak memiliki klub/aktifitas setelah sekolah, jadi mereka langsung pulang)
Tidak mungkin aku bisa melawan grup yang kasar seperti itu.
Ah! Penampilanku saat ini sama seperti mereka.

Un.
Aku harusnya kabur kalau aku punya waktu memikirkan hal tak berguna.

ZUN!

Sekarang apaan sih!?
Suara dan Getaran dari belakang.
Saat aku menengok, ada Laba-laba raksasa.

Oh! Apa itu ibu?
Atau ayah?
Tak ada guna kupikirkan.
Aku malah kebingungan sekarang.
Tidakkah laba-laba itu terlalu BESAR!?
Dia mungkin 10 kali ukuranku.
Apa ada laba-laba sebesar itu di Bumi?

Hyoi, Nyam.

Ah.

Laba-laba besar itu menusuk laba-laba kecil dengan cakarnya dan memakannya.
Dia seperti makan snack.

Ibu, Bahan engkau...!

Sepertinya dia memakai pantatnya untuk berpikir.
Aku harus melarikan diri dari sini dengan aman dan mencari cara untuk bertahan hidup!






Aku lari dengan kecepatan penuh.
Aku akhirnya bisa tenang setelah aku kecapean lari sampai aku tidak bisa bergerak lagi.
Tidak ada laba-laba yang mengejarku meskipun aku berbalik badan.
Ah, Kukira aku akan mati.
Langsung mati setelah aku lahir bukanlah lelucon yang bagus.

Sekarang aku sadar, Aku harus memikirkan beberapa hal.

Aku sekarang adalah seekor laba-laba.
Itu kenyataan yang sudah harus diterima.
Yaa, tidak ada tekhnik dimana manusia bisa lompat melebihi tinggi mereka dengan mudah dan lari di dinding vertical.
Apa yang aku katakan?
Itu cerita tentang kabur.
Dengan banyaknya laba-laba di satu tempat, mustahil untuk kabur dengan lari lurus.
Kalau aku harus membandingkannya, itu pasti seperti meluncur ke diskon dimana banyak ibu-ibu berdesakan.
Sungguh tindakan Nekat!
Bukan, Yaa, meskipun aku tidak pernah meluncur ke diskon.

Lagipula, saat aku kabur, aku lompat dan lari di dinding seperti seorang ninja dan kabur dari kepungan laba-laba.
Saat aku lari, aku ada perasaan tidak enak karena banyaknya jumlah kaki, tapi entah bagaimana aku berhasil menggerakannya dengan lancar tanpa tersandung.
Apa ini yang namanya Insting Alami?
Un, Yaa, dengan bisa menggerakan badanku tanpa ada kesulitan adalah hal yang bagus.

Jadi kalau aku adalah seekor laba-laba, lalu apa laba-laba raksasa yang kulihat tadi?
Un.
Mengingat situasinya, sungguhkah itu ibuku atau ayahku?
Aku tidak tahu banyak tentang Ekologi laba-laba tapi orang tua yang memakan anaknya sendiri harusnya memang ada di alam.
Yaa, itu datang dari ras yang dari saat mereka lahir, mereka mulai memangsa satu sama lain jadi tidak aneh kalau sang orang tua memakan anaknya sendiri.

Kalau laba-laba raksasa itu adalah orang tuaku, maka apakah aku akan seukuran seperti itu suatu saat nanti?
Aku mulai mual hanya dengan memikirkannya.
Tidak, laba-laba adalah hewan menguntungkan yang membantu orang lain. Bukankah itu lebih baik daripada diriku di hidup sebelumnya?
Heh, aneh, entah kenapa aku sedih sekarang.

Ah, Tidak tidak.
Ayo kembali ke pemikiran yang telah nyasar tadi.

Membandingkan laba-laba raksasa itu dengan ukuran badanku terlalu berlebihan.
Karena aku tidak tahu seberapa besar badanku ini.
Kalau ukuranku sama seperti sidik jari, itu bagus.
Kalau begitu aku bisa mengerti ukuran laba-laba raksasa itu.
Tetap saja, dia pasti seukuran dengan Tarantula.
Namun, kalau ukuranku lebih besar dari tarantula, maka laba-laba raksasa itu pasti adalah spesies baru yang belum ditemukan di bumi.
Spesies yang belum ditemukan itu ok tapi aku telah mengalami reinkarnasi seperti di fantasi, jadi berpikir optimis mungkin bukan hal yang bagus.

Untuk memastikannya, aku harus mengetahui ukuranku saat ini juga.
Apakah ada yang bisa kubandingkan dengan ukuranku?

Aku melihat ke sekelilingku.
Keliatannya aku ada didalam sebuah Gua besar.
Meskipun tidak ada cahaya, pandangannya boleh-boleh juga meskipun keliatan suram.
Aku melihat sekitar dengan gelisah.

Oh, I-Ini!

Yang ada di tanah adalah jejak kaki manusia.

Oh!
Jejak kaki beberapa manusia keliatan sangat jelas!
Denga kata lain, ada orang yang lewat sini sebelumnya.
Itu artinya ada manusia di dunia ini.

Aku sangat terharu saat aku tahu ada manusia.
Namun, aku menyadari fakta yang sangat buruk.

Badanku sangatlah lebih besar daripada jejak kaki seseorang.

Un.
Dengan perkiraan tinggi orang ini sekitar 170cm, ukuranku akan terkirakan 1m panjangnya.

Aah, Un.
Aku telah mengira sedikit sejak melihat laba-laba raksasa tadi.
Bagaimanapun ku berpikir, aku bukan laba-laba yang hidup di Bumi.
Dengan kata lain, ini adalah dunia lain tidak seperti Bumi dan bagaimanapun aku berpikir positif, aku sudah pasti seekor monster... Thank you very much!




Chapter sebelumnya

2 comments:

  1. Saran min kalo bisa tulisannya di gedein, dan widgethnya di lebarin, heheh
    sankyu

    ReplyDelete
  2. menurut ane template web nya kurang cocok untuk novel kaya gini, yg paling enak web buat ane baca itu holypantsu, coba cek min kali ad inspirasi

    ReplyDelete